Sabtu sore kemarin, simbah dikagetkan dengan adanya seorang wanita berambut gaya Kopasus duduk ndeprok
di depan pintu klinik. Dia minta minum dan dikasih minum sama karyawan
klinik. Seusai nggarap pasien, simbah lihat si wanita Kopasus tadi masih
ndeprok di tengah pintu klinik. Karena ngganggu jalan, simbah
persilakan duduk di lincak yang sengaja simbah sediakan di depan klinik.
Rupanya si wanita Kopasus ini wanita yang gak genep otaknya. Tadinya dia hanya bercelana dalam saja saat lewat di gang depan klinik. Lantas oleh tetangga simbah dikathoki dengan kathok kolor. Meskipun gak begitu wangun, tapi mendingan, lha tinimbang cawetan thok.
Karena kasihan, seorang ibu-ibu memberi dia uang duaribu ripis. Uang
itu dia terima. Simbah sempat nanya identitasnya, namanya Lina, sedang
mencari temannya yang bernama Setyawati. Mbuh sopo, gak jelas. “Kamu ngapain kesini?” tanya simbah.
“Mau ketemu dokter,” jawabnya.
“Kamu sakit ya?” tanya simbah.
“Nggak, lagi bunting…” katanya agak gagap.
Glodhaak…!! Wah, simbah kaget juga. Gaweyane sopo ki?? Ha nek hamil tenan lak kasihan banget wanita ini. Simbah lihat memang perutnya membuncit. Hamil betul apa cacingen gak begitu jelas.
“Kamu ke bidan saja ya… saya gak menerima pasien hamil, karena disini ada bidan. gak enak sama bidannya…” begitu nasehat simbah.
Wanita itu pergi. Uang duaribunya ditinggal. Weleh, gak doyan duit rupanya orang ini. Sore itu simbah mikir terus, gak habis pikir tentang nasib wanita tersebut. Kalo bener hamil, opo yo wong edan juga yang menghamili? Mestinya wong waras tapi bejadnya ngungkuli iblis edan.
Dapuk kacarito, ha kok malemnya wanita datang lagi dituntun seorang tokoh RW masuk ke ruang praktek. Kepala dan badannya godres getih. Moncrot ke seluruh kaos dan celana kolornya.
“Dok, tolong dok. Ini kepalanya bocor dok…”
kata bapak yang mengantarnya. Segera saja simbah tangani wanita malang
itu. Kepalanya robek tipis, sekitar 4 cm. Tidak dalam, sehingga gak
perlu dijahit. Namun darah yang keluar memang luar biasa banyak.
Simbah segera bertanya, mengapa jadi seperti itu si wanita Kopasus ini. Si bapak menceritakan, “Ini
tadi dia mau masuk rumah bu Haji, lha disuruh pergi gak mau. Terus
malah menyerang bu Haji. Anak bu Haji yang laki-laki tahu kejadian itu
langsung turun tangan. Wanita ini dihajar sampai berdarah-darah gini
dok..”
Duh, Gusti…. lakon kok macem-macem. Simbah gak bisa cross check
cerita tersebut ke si wanita Kopasus itu. Cerita gak berimbang.
Kejadian sebenarnya gak jelas. Si wanita waktu simbah tanya gak bisa
menjelaskan. Cuma yang ada di batin simbah saat itu, simbah merasa
wanita Kopasus yang gak genep otaknya itu didholimi luar biasa.
Buat orang-orang yang merasa waras, si wanita itu dianggap gak waras. Tapi buat simbah, kelakuan orang-orang -yang ngakunya waras- terhadap wanita tersebut lebih gak waras lagi. Simbah jadi merinding, rupanya di tengah kewarasan
sebagian tetangga simbah, dan dibalik kewarasan orang yang lalu lalang
di depan hidung simbah, tersimpan kegilaan yang sewaktu-waktu bisa
meledak bak bom waktu. Perbedaan gila dan waras jadi makin tipis. Makin
susah dibedakan.
Bagaimana rasanya hati sampeyan kalo setelah ditelusuri identitasnya, ternyata wanita itu masih sedulur sampeyan? Walah jan, ngenes tenan.
Categories:
Pawartos